Lakukan Konsolidasi, Dewan Pers-Konstituen Konsolidasi Kompak Hadapi UKW Palsu
Rabu, 07/09/2022 - 10:25:35 WIB
Hebatriau.com | Jakarta - Dewan Pers bersama anggota konstituen akan melakukan
konsolidasi dalam menghadapi banyaknya gerakan uji kompetensi wartawan
(UKW) palsu yang bukan dilaksanakan oleh Dewan Pers.
Konstituen
yang akan dilibatkan antara lain Persatuan Wartawan Indonesia (PWI),
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia
(IJTI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi Televisi
Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Serikat
Media Siber Indonesia (SMSI), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI),
Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Serikat
Perusahaan Pers (SPS), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI).
Hal ini
berarti, sesuai dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor
38/PUU-XIX/2021, bahwa Dewan Pers adalah lembaga independen satu-satunya
di Indonesia yang secara sah --menurut Undang-Undang nomor 40/1999
tentang Pers-- sebagai pemegang amanah kemerdekaan pers di Indonesia.
Topik
itu mengemuka dalam acara syukuran konstituen Dewan Pers yang
dilaksanakan di Gedung Dewan Pers secara hibrid, Selasa (6/9) di
Jakarta. Acara tersebut dihadiri seluruh perwakilan konstituen, para
ahli pers, dan kuasa hukum yang terlibat dalam persidangan di MK.
Ketua
Dewan Pers, Prof Azyumardi Azra, dalam sambutannya mengatakan, hasil
keputusan MK adalah kemenangan masyarakat pers secara keseluruhan dan
kemenangan kemerdekaan pers itu sendiri.
"Ini adalah satu dari
sedikit keputusan MK yang dimenangkan oleh masyarakat," kata Prof Azra
yang menilai keputusan ini adalah sebuah tonggak penting.
Pada
sidang 31 Agustus 2022, MK menolak seluruh argumen pemohon atas nama
Heintje G Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiharto Santoso untuk uji
materiil pasal 15 ayat (2) huruf f dan pasal 15 ayat (5) UU Pers.
Tentang kewenangan Dewan Pers dalam menyusun peraturan dan dianggap
tidak independen karena ada ketetapan presiden, menurut hakim MK, itu
sudah sesuai.
Dalam hal pemilihan anggota Dewan Pers pun
dilakukan oleh panitia pemilihan dari konstituen dan presiden hanya
mengeluarkan surat keputusan (SK). Penetapan ketua Dewan Pers juga
ditentukan oleh para anggota yang terpilih.
Semua alasan
keberatan yang diajukan dalam uji materi ditolak secara bulat oleh MK.
Dari 9 hakim MK yang dipimpin oleh Anwar Usman, tidak ada yang
dissenting opinion (beda pendapat). Keputusan ini bersifat final dan
mengikat.
Gugatan MK ini bukan kali pertama. Sebelumnya Dewan
Pers pernah digugat melalui Pengadilan Negeri Jakarta dan Peradilan Tata
Usaha Negara (PTUN). Semua gugatan itu dimenangkan Dewan Pers.
Menurut
Prof Azra, landmark ini penting. Dewan Pers akan melakukan konsolidasi
dengan konstituen dan bersama tim pengacara untuk menghadapi semua itu.
"Nanti
akan ada sisi yang lain untuk menyampaikan gugatan. Motifnya pun bisa
lain, misalnya berkaitan dengan motif-motif bisa soal pribadi, keuangan,
atau politik," paparnya.
Wina Armada, selaku koordinator
pengacara Dewan Pers di persidangan MK, meminta semua pihak jeli
memaknai norma dari keputusan MK tersebut.
"Keputusan MK jelas,
bahwa norma pasal 15 ayat 2 dan ayat 5 tidak bertentangan dengan
konstitusi Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 tentang hak warga negara
berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat," tuturnya.
"Keputusan
ini mutlak. Semua hakim tidak ada yang berbeda pendapat. Ini
implikasinya sah dari semua hasil dan sesuai hukum dan konstitusional,"
tegas Wina. Karena keputusan MK itu final dan mengikat (final and
binding), produk hukum ini mendapat cap benar dan harus diikuti.
"Tidak
ada lagi perlawanan. Dewan Pers memiliki otoritas untuk menetapkan
peraturan yang dibuat bersama konstituen," urai Wina. Dalam hal ini,
termasuk pelaksanaan UKW, adalah kewenangan oleh Dewan Pers.
Ia
menambahkan, hasil ini perlu dirumuskan lalu disosialisasikan
pemda-pemda dan pihak terkait agar mereka semua paham. Dengan begitu,
tidak ada lagi UKW oleh pihak manapun selain Dewan Pers.
Wina menjelaskan, proses pembuatan UU 40/99 memang merupakan upaya membuka keran kemerdekaan pers.
"Tapi
dalam upaya itu, ada saja residu dan munculnya yang abal-abal. Kita
ingin menyaring itu. Mereka yang sebelah, secara teknikal dan filosofi
tidak memiliki itu. Bahwa kemerdekaan pers ini milik masyarakat. Pers
harus menjalankan amanah itu," kata dia.
Ketua Komisi Hukum dan
Perundang-undangan Dewan Pers, Arif Zulkifli, menengarai setelah ini
akan banyak muncul efek-efek lanjutan. Misalnya akan ada
pengaduan-pengaduan terhadap Dewan Pers. Ia berpendapat hal ini harus
diantisipasi dan perlu dihadapi.
Untuk itulah, Wina malah
menambahkan, Dewan Pers tidak perlu low profile dan defensif, karena
sudah mendapat ketetapan MK yang final dan mengikat. Dewan Pers
disarankan bersikap tegas dalam menjalankan amanat tersebut. (SHI GROUP)
Sumber : dewanpers.or.id
Editor : Yolan
Komentar Anda :