Jeritan Petani Atas Kesewenang-wenangan Para Penggugat Napit Bandung
Minggu, 19/09/2021 - 13:05:49 WIB
Hebatriau.com | SIAK -- Masih adakah keadilan bagi masyarakat kecil yang tidak punya duit? Inilah jeritan masyarakat yang meminta perlindungan hukum yang mereka alami, semenjak lahan sawit dikuasai oleh penguasa Napit Bandung.
Darmawati Panjaitan mengatakan kepada awak media, Jelas ada kaidah hukumnya, tetapi terhadap kami mereka Napit Bandung semena2 mengusir dan mengintimidasi padahal kami sudah 15 Tahun mengolah perkebunan kelapa sawit, kami delapan kepala keluarga seluas 42 Ha.di Desa Sam-Sam KM 17 kec Kandis kabupaten Siak.
Kami yang bergabung mengolah Mulai dari menumbang, mengimbas bahkan menanam berulang kali akibat banjir yang selalu membuat bibit sawit kami mati dan menyisip kembali akibat banjir, namun kami semua bersabar untuk menjadikan lahan banjir tersebut menjadi kebun sawit.
Bahkan tiga korban meninggal dunia saat penumbangan pada lahan tersebut yaitu bapak Alm.Makmur dan alm. Anto.Satu orang meninggal dunia saat penanaman tenggelam Krn banjir bermarga Panjaitan yang tinggal di km 14 libo baru. Ungkapnya seraya menangis dihadapan wartawan Sudah 15 Tahun kami mengusahakan lahan tersebut dengan bergotong royong, membuat jalan umum dan membuat titi/jembatan agar akses mengeluarkan buah lancar, dengan seketika pihak Napit Bandung mengklaem bahwa kebun dan tanahnya adalah kepunyaannya. Cetusnya
Akses Titi/jembatan mereka rusak dengan memakai alat sinsow, memotong dan menghancurkan semua apa yang sudah kami perbaiki dengan susah payah. Kami melapor kepihak polsek Kandis atas pengerusakan tersebut namun tidak ada tanggapan atau pengawalan. Benar benar keadilan hukum tidak ada bagi kami. cetusnya dengan penuh kekecewaan
Pihak Napit Bandung menggugat para pihak perangkat pemerintah desa samsam yang telah mengeluarkan surat lahan kami, namun pihak pengadilan menyatakan pihak penggugat NO atau Niet Ontvankelijke verklaard dalam artian menyatakan gugatan dari penggugat tidak dapat di terima oleh pengadilan.
Penggugat dgn semena mena mengusir kami dari lahan kami sendiri, dengan cara mengancam dengan senapang angin, tombak dan benda tajam lainnya atas suruhan penggugat.
Kami berharap dari hasil kebun itu dapat kami manfaatkan untuk kebutuhan biaya makan dan biaya anak anak sekolah namun tidak dapat kami panen akibat ancaman tersebut. Semua yang terjadi di lapangan sudah kita laporkan ke pihak Polsek kandis, namun satupun tidak di respon. Ungkapnya
Sudah hampir 2 tahun penggugat menguasai lahan kami. Surat tanah penggugat segel THN 1995 yg ditanda tangani oleh ketua RT/RW dan Kadus dgn ukuran 500m x 2000m berbatas dgn belukar hanya satu surat dan tidak teregister di pemerintahan desa dan kecamatan, kemungkinan besar penggugat salah Objek Karena para penggugat tinggal tdk jauh dari lokasi perladangan jika benar penggugat memiliki lahan itu kenapa mereka baru menggugat setelah puluhan tahun?.
Berita kematian penumbang viral saat itu, tapi penggugat tdk melakukan larangan apapun terhadap masyarakat. Surat tanah kami sudah SKGR desa dan camat lengkap dgn batas batas sepadan dan sudah teregister dipemerintahan desa maupun kecamatan dan sudah bayar PBB (pajak bumi dan bangunan)ada 21 surat yang sudah bayar pajak PBB. Dimana keadilan? Masih adakah keadilan itu untuk kami orang kecil ini?
Tolong kami bapak/ibu. pemerintah , Camat, Bapak bapak anggota DPR RI lihat kami yg teraniaya ini.ungkap mereka secara bersama sama sambil menangis minta pertolongan.
(Media SHI GROUP/Jonsen)
Komentar Anda :